Sebuah pesan untuk para calon pustakawan Indonesia
Hay hay..ada sedikit coretan dari febri nii..langsung
aja ya…
Hari senin tanggal 11 Maret 2013 yang lalu Program
Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi mengadakan kuliah umum bersama Bpk.
Blasius Sudarsono dan Mbak Ratih Rahmawati yang tak lain dan tidak bukan adalah
pengarang buku yang berjudul “Perpustakaan Untuk Rakyat”, selain beliau berdua
hadir juga Ibu Afia Rosdiana dari perpustakaan kota Yogyakarta. Dalam kuliah umum ini beliau bertiga membedah
buku yang berjudul Perpustakaan Untuk Rakyat, banyak hal yang mereka kemukakan
mengenai perpustakaan dan TBM.
Berikut ini sedikit ringkasan dari kuliah umum
kemarin.
Pustakawan
bukan hanya dipandandang dari SK Menpan, yang mana pustakawan sebagai Pegawai
Negeri Sipil, melainkan pustakawan sebuah kepribadian dan jiwa yang dimiliki
oleh seorang pustakawan. Walaupun demikian masih saja perpustakaan itu sepi
dari pengunjung, mungkin disebabkan kurangnya jiwa kepustakawanan dari
pustakawan itu sendiri untuk membangun perpustakaan lebih baik lagi. Sebenarnya
banyak artikel-artikel mengenai perpustakaan hanya saja artikel tersebut tidak
menggunakan bahasa Indonesia. Namun, hadirlah buku Perpustakaan Untuk Rakyat yang
dikemas dalam bahasa yang mudah dimengerti, yang dibuat seperti novel yang
didalamnya terdapat dialog-dialog ringan antara anak dan bapak. Dalam buku ini
juga dijelaskan mengenai beberapa TBM di Yogyakarta yang sebelumnya sudah dilakukan
dengan observasi. Dalam buku ini juga dibahas mengenai perpustakaan dan
kepustakawanan.
Pada
tahun 2009 seolah-olah orang yang datang ke perpustakaan tidak boleh menyebut
TBM melainkan menyebut dengan perpustakaan rakyat. TBM sendiri didirikan dengan
tujuan agar peserta pendidikan non formal belajar dan tidak lupa dengan
pelajaran yang di dapat. Di Yogyakarta sendiri terdapat 234 TBM. Perlu
diketahuai bahwa kebijakan dan pendampingan TBM di Yogyakarta berbeda dengan
perpustakaan kota Jogja dan perpustakaan daerah Sleman. Ibu Afia juga berpesan
pengunjung perpustakaan tidak langsung diajak untuk membaca tapi pengunjung
dibuat senyaman mungkin di perpustakaan.
Bapak
Blasius sendiri awalnya tidak berfikiran untuk berkolaborasi dengan Ratih
Rahmawati yang tak lain adalah putri nya sendiiri, beliau menyuruh mahasiswa
nya untuk menulis semua materi yang diajarkan, lalu setelah selesai perkuliahan
hasil tulisan itu akan dirangkum dan dibuat buku, namun, tak ada mahasiswa nya
yang mengikuti sarannya, hingga dari tidak kesengajaan beliau berdialog dengan
Putrinya dan jadilah buku dari hasil dialog tersebut yang berjudul Perpustakaan
Untuk Rakyat. Menurut beliau perpustakaan ekuivalen dengan kebudayaan dan
dibelakang perpustakaan itu adalah pustakawan itu sendiri. Sebenarnya yang
harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pustakawan adalah bagaimana cara
mencerdaskan diri sendiri yang kemudian baru mensejahterakan dan mencerdaskan masyarakat
dan semua itu terdapat di dalam perpustakaan TBM.
Menurut pak Blas kepustakawanan
sendiri memiliki pilar diantaranya:
a.
Panggilan hidup
b.
Semangat hidup
c.
Karya pelayanan
d.
Dilaksanakan secara professional
Selain harus memiiki 4 pilar tersebut seorang
pustakawan harus memiliki kemampuan dan kemauan agar dapat menciptakan
perpustakaan yang ideal. Kemauan itu sendiri adalah kemauan untuk :
a.
Berfikir kritis
b.
Membaca
c.
Menulis
d.
Kemampuan interprener
e.
Etika (moral, pelayanan terhadap public)
Mbak Ratih juga sedikit bercerita mengapa ia bisa menulis buku tersebut, ia yang juga kuliah
Mbak Ratih juga sedikit bercerita mengapa ia bisa menulis buku tersebut, ia yang juga kuliah
di prodi Ilmu
Perpustkaan sampai semester 4 masih belum menemukan jati dirinya, ia masih
bingung apa yang sebenarnya ia pelajari di Ilmu Perpustakaan ini. Sehingga pada
suatu ketika ia berbincang-bincang dengan ayahnya yaitu bapak blasius dan beliau
menganjurkan mbak ratih untuk mendatangi beberapa TBM di Yogyakarta, dari situ
lah mbak ratih mulai menenumukan jati dirinya dan mulai tertarik dengan Ilmu
perpustakaan dan dapat menulis buku yang berjudul Perpustakaan Untuk Rakyat.
Banyaknya anggapan bahwa seorang pustakawan hanya seorang penjaga buku memang tak mudah untuk dihilangkan. Anggapan itu harusnya dihilangkan dimulai dari pustakawan itu sendiri dan jangan merasa bahwa orang yang bekerja di perpustakaan adalah orang-orang buangan. Belajar di perpustakaan bukan hanya sekedar mengolah bahan pustaka tapi bagaimana kita belajar untuk memahami kebutuhan pengguna dan bagaimana yang harus dilakukan oleh seorang pustakawan ketika harus terjun langsung je dalam masyarakat.
Banyaknya anggapan bahwa seorang pustakawan hanya seorang penjaga buku memang tak mudah untuk dihilangkan. Anggapan itu harusnya dihilangkan dimulai dari pustakawan itu sendiri dan jangan merasa bahwa orang yang bekerja di perpustakaan adalah orang-orang buangan. Belajar di perpustakaan bukan hanya sekedar mengolah bahan pustaka tapi bagaimana kita belajar untuk memahami kebutuhan pengguna dan bagaimana yang harus dilakukan oleh seorang pustakawan ketika harus terjun langsung je dalam masyarakat.
Ya begitulah sedikit ilmu yang
dapat aku bagikan, sampai ketemu di coretan-coretan febrii selanjutnya ….
Bye bye…